c. Rukun-Rukun
Mandi Junub
1) Niat
Mandi Wajib
Niat
mandi wajib secara umum (keluar sperma, haidh, nifas, wiladah, hubungan seks):
“Sengaja aku mengangkat hadats besar dari
sekalian badan wajib atasku karena Allah Ta’ala.”
Begitu
pula niat mandi wajib karena sebab haidh, nifas, wiladah, keguguran. Lafadz
niatnya sama, hanya diganti pada bagian kata mengangkat hadats besar, jika
karena haidh diganti menjadi mengangkat hadats haidh, dan seterusnya. Adapun niat yang dianggap sah ialah niat melakukan
kefardhuan mandi, niat menghilangkan hadats besar, dan niat supaya
diperbolehkan melakukan sesuatu yang membutuhkan mandi seperti niat agar
diperbolehkan shalat, tawaf, dan sebagainya.
2) Meratakan
Air
Maksudnya
adalah air harus diratakan ke seluruh badan termasuk bulu roma, rambut,
jenggot, celah-celah lobang seperti ketiak, bagian alat vital, telinga, pusar, kulit kepala,
dan
seterusnya. Sebelum mandi hilangkan dulu semua kotoran yang ada pada badan
seperti kutek, lipstick, cat, dan
lain-lain.
d. Sunnah-Sunnah
Mandi
1) Membasuh
kedua tangan sebelum memasukannya ke dalam tempat air sebanyak tiga kali.
2) Membasuh
kemaluan.
3) Berwudhu
dengan sempurna seperti sebelum melakukan shalat.
4) Mengalirkan
air ke kepala sebanyak tiga kali sambil menyelang-nyelangi rambut agar air
sampai membasahi kulit kepala.
5) Lalu
mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan mendahulukan bagian kanan sebelum kiri,
sambil menggosok-gosok anggota tubuh, termasuk bagian-bagian yang tidak mudah
dijangkau dan dialiri air, seperti bgin dalam telinga, pusar, dua ketiak, dan
sela-sela jari kaki.
e. Hal-Hal
yang Diharamkan Bagi Orang Junub
1) Shalat.
2) Thawaf.
3) Menyentuh
dan Membawa Mushaf (Al-Qur’an).
4) Membaca
Al-Qur’an.
5) Berdiam
diri di masjid.
f. Macam-Macam Mandi Sunat
Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Mandi pada hari Jumat.
2) Mandi pada hari raya Idul Fitri, Idul Adh-ha, dan hari
Arafah.
3) Mandi waktu akan memakai ihram.
4) Mandi sehabis memandikan jenazah.
5) Mandi karena baru masuk Islam.
2. Wudhu
a. Pengertian
Wudhu
Pengertian
wudhu secara bahasa ialah kebersihan dari segala macam kotoran. Sedangkan dalam
istilah syara’, wudhu adalah membasuh secara urutan (tertib) anggota-anggota
wudhu yang dikhususkan oleh syara’. Atau dengan kata lain, wudhu adalah
membasuh muka dengan air, kedua tangan hingga kedua siku, kedua kaiki hingga
kedua mata kaki, mengusap kepala dengan urutan tertentu, dan dilakukan secara
berturut-turut (muwalat) dengan disertai niat untuk menghilangkan hadats kecil,
sehingga bisa menjadikan orang yang melakukannya boleh melakukan shalat, memegang mushaf, dan
thawaf.
b. Landasan
Hukum Wudhu
Hal
ini dijelaskan Allah Swt. dalam firman-Nya QS. Al-Maidah:6 “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
ukamu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai kedua mata kaki”.
c. Syarat
Sahnya Wudhu
1) Islam.
2) Tamyis
(dapat membedakan antara baik dan buruk).
3) Dialkukan
dengan menggunakan air yang suci lagi mensucikan.
4) Tidak
ada yang menghalangi sampainya air pada anggota wudhu, seperti cat dan getah.
5) Tidak
dalam keadaan berhadats besar.
d. Rukun-Rukun
Wudhu yang Disepakati oleh Semua Ulama adalah:
1) Membasuh
muka
2) Membasuh
kedua tangan hingga ke siku
3) Mengusap
kepala
4) Membasuh
kedua kaki hingga kedua mata kaki
e. Sunnah-Sunnah
Wudhu
1) Niat
(sunnah menurut madzhab Hanafi).
2) Membasuh
kedua tangan hingga ke pergelangan sebanyak tiga kali sebelum memasukkan kedua
tangan ke dalam tempat air.
3) Membaca
bismillah pada permulaan wudhu, yaitu ketika membasuh kedua tangan hingga
sampai kepada dua pergelangan.
4) Berkumur
dan membersihkan hidung.
5) Bersiwak.
6) Menyela-nyela
jenggot, ari tangan, dan jari kaki.
7) Membasuh
sebanyak tiga kali.
8) Mengusap
seluruh kepala.
9) Mengusap
kedua telinga bagian luar dan bagian dalam dengan air yang baru.
10) Memulakan
dengan anggota yang sebelah kanan ketika membasuh.
11) Tartib
(berurutan/berturut-turut)
12) Sederhana. Tidak boros dalam memakai air wudhu.
13) Berdoa ketika dan sesudah berwudhu.
f. Perkara-Perkara
yang Membatalkan Wudhu
1) Keluar sesuatu dari qubul atau dubur berupa apapun.
Seperti: kencing, buang air besar, angin dubur atau kentut, mani, madzi, dan
wadi.
2) Tidur nyenyak, kecuali dalam posisi duduk yang mantap.
3) Hilang akal, disebabkan gila, mabuk, dan lain-lain.
4) Bersinggungan antara kulit laki-laki dan perempuan yang
telah dewasa dan tidak ada hubungan mahram.
5) Menyentuh kemaluan manusia dengan bagian dalam telapak
tangan.
g. Hal-Hal yang Tidak Diperbolehkan Bagi Orang yang Tidak
Memiliki Wudhu
1) Shalat.
2) Thawaf.
3) Menyentuh mushaf.
3. Tayamum
a. Pengertian
Tayamum
Secara
bahasa, tayamum adalah al-qashdu
(bermaksud), at-tawajjuhu (menuju),
dan al-qashd (niat). Dalam istilah
syara’, tayamum adalah bersuci menggunakan sesuatu yang halus/lembut dari
permukaan bumi, dengan cara tertentu karena tidak ada air atau disebabkan oleh
udzur yang menyebabkan seseorang tidak bisa menggunakan air.
Debu
yang digunakan untuk bertayamum adalah debu yang suci, dan segala sesuatu yang
termasuk jenis tanah, seperti kerikil, batu, dan kapur batu.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa:43, “Maka bertayamumlah kamu dengan
tanah yang baik (suci).”
b. Landasan Hukum Tayamum
Tayamum
dijelaskan dalam QS. An-Nisa: 43 yang berbunyi:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub,
terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.”
c. Sebab-Sebab
Tayamum
1) Tidak
adanya air yang mencukupi untuk wudhu ataupun mandi.
2) Tidak
ada kemampuan untuk menggunakan air.
3) Sakit
atau lambat sembuh.
4) Ada
air, tetapi ia diperlukan untuk sekarang ataupun untuk masa yang akan datang.
5) Khawatir
hartanya rusak jika ia mencari air.
6) Iklim
yang sangat dingin atau air menjadi sangat dingin.
7) Tidak
ada alat untuk mengambil air, seperti tidak ada timba ataupun tali.
8) Khawatir
terlewat waktu shalat.
d. Syarat-Syarat
Tayamum
Syarat-syarat
diperbolehkannya tayamum, adalah sebagai berikut:
1) Adanya
udzur sebab bepergian atau sakit.
2) Sudah
masuk waktu shalat.
3) Sudah
berusaha mencari air setelah masuk waktu shalat.
4) Menghilangkan
najis yang mungkin melekat pada tubuh sebelum tayamum.
5) Adanya
halangan untuk menggunakan air.
6) Memakai
debu atau tanah yang suci.
1) Niat.
2) Menyebut
nama Allah (tasmiyah).
3) Menepukkan
telapak tangan bagian dalam ke atas “benda lembut dari permukaan tanah (tanah)”
sebanyak satu kali.
4) Menipiskan
debu yang melekat pada dua telapak tangan dengan cara meniup, dan mengibaskan,
atau dengan cara mengusapkan bagian dalam telapak tangan kanan pada bagian
dalam telapak tangan kiri.
5) Mengusap
seluruh wajah (bagian yang tampak dari wajah) dengan bagian dalam satu telapak
tangan atau bagian dalam dua telapak tangan sebanyak satu kali usapan.
6) Mengusapkan
bagian dalam telapak tangan kiri pada punggung telapak tangan kanan, mulai dari
ujung jemari hingga dua pergelangan, atau dari dua pergelangan hingga ujung
jemari. Ini dilakukan satu kali sapuan.
7) Mengusapkan
bagian dalam telapak tangan kanan pada punggung telapak tangan kiri, mulai dari
ujung jemari hingga dua pergelangan, atau dari dua pergelangan hingga ujung
jemari. Ini dilakukan satu kali sapuan.
8) Tartib
(berurutan), yang diusap terlebih dahulu adalah wajah, baru kemudian punggung
dua telapak tangan.
9) Muawalat
(berturut-turut).
f. Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum
1) Semua hal yang membatalkan wudhu.
2) Sudah dapat menggunakan air,seperti sudah sembuh, tidak
dingin, dan lain-lain.
3) Melihat air sebelum mulai melaksanakan shalat, dan bagi
orang yang sakit bila telah sanggup memakainya.
4) Keluarnya waktu shalat.
5) Murtad.
4. Istinja’
Menurut
bahasa istinja’ adalah perbuatan yang dilakukan untuk menghilangkan
najis, yaitu tahi. Sedangkan menurut istilah syara’, istinja’ berarti perbuatan
yang dilakukan untuk menghilangkan najis dengan menggunakan benda seperti air
atau batu. Istijmar yaitu membersihkan najis dengan menggunakan batu dan
yang semacamnya. Sedangkan istibra’ ialah membersihkan tempat keluar
najis dari sisa-sisa percikan air kencing.
D. Hikmah Thaharah
Dalam
syariat Islam, bersuci mempunyai beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut:
1. Kita
semua tahu bahwa benda-benda najis baik dari dalam maupun luar tubuh manusia
adalah benda-benda kotor yang banyak mengandung bibit penyakit dan dapat
membawa madharat bagi kesehatan tubuh manusia. Karena itu, dengan bersuci
berarti telah melakukan usaha untuk menjag kesehatan.
2. Kebersihan
dan kesehatan jasmani yang dicapai melalui bersuci akan menambah kepercayaan
diri sendiri. Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu
mengutamakan kebersihan dan kesucian.
3. Syariat
bersuci berisi ketentuan-ketentuan dan adab, jika dilaksanakan dengan penuh
kesadaran dan kedisiplinan akan menumbuhkan kebiasaan yang baik. Ketentuan dan
adab bersuci dalam Islam berbentuk ajaran yang mempertinggi harkat dan martabat
manusia.
4. Sebagai
hamba Allah Swt, yang harus mengabdi kepada-Nya dalam bentuk ibadah maka
bersuci merupakan salah satu syarat sahnya sehingga menunjukkan pembuktian awal
ketundukannya kepada Allah Swt.
BAB
III
PENUTUP
Dari pemaparan makalah
yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa thaharah
merupakan kegiatan bersuci atau membersihkan diri dari segala macam kotoran,
baik badaniyah atau najis yang hissi (terlihat) seperti kencing atau yang
lainnya, maupun rohaniyah atau najis ma’nawi
yang tidak terlihat zatnya seperti aib dan maksiat. Dasar hukum
dilaksanakannya thaharah terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi, salah
satunya yaitu QS. Al-Baqarah:222, Al-Muddatsir:4, dan lain-lain. Dalam
berthaharah juga terdapat ketentuan-ketentuan seperti jenis-jenis air yang
digunakan untuk bersuci dan lain sebagainya. Selain itu, macam-macam dan tata
cara thaharah ada beberapa macam, yaitu mandi, wudhu, dan tayamum. Thaharah
juga memiliki banyak hikmah, salah satunya yang terpenting adalah dengan
berthaharah, umat muslim dapat terhindar dari segala macam penyakit dan selalu
memperhatikan kebersihan, sebab Allah sangat menyukai kebersihan. Selain itu
juga, dengan berthaharah melambangkan ketundukan umat muslim sebagai hamba Allah
Swt.
DAFTAR
PUSTAKA
Matdawam, Muhammad Noor. 2004. Bersuci dan Shalat serta Butir-Butir
Hikmahnya. Yogyakarta: T.P
Az-Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Islam
Wa Adillatuhu. Jakarta: Darul Fikir
Uwaidhah, Mahmud Abdul Lathif.
2012. Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an
dan Hadits. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah
Ulfah, Isnatin. 2009. Fiqih Ibadah Menurut Al-Qur’an, Sunnah, dan
Tinjauan Berbagai Madzhab. Ponorogo: STAIN Po Press
Abidin,
Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih
Ibadah untuk IAIN, STAIN, dan PTAIS. Bandung: CV. Pustaka Setia
Azzam,
Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2010. Fiqih Ibadah Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa, Haji. Jakarta: Amzah